Di zaman modern ini, hampir semua orang pasti pernah berhutang. Ya, hutang sudah menjadi kebutuhan untuk berbagai keperluan. Namun, tahukah Anda bahwa diantara hutang tersebut ada yang produktif dan ada yang tidak? Hutang jenis manakah yang sering Anda gunakan?
Secara sederhana, berhutang berarti meminjam sejumlah uang tertentu (bisa juga berupa barang) dengan janji untuk dikembalikan di masa yang akan datang. Dalam konteks modern, kebanyakan hutang berbentuk pinjaman dana ke bank dengan cara mencicil pembayarannya. Orang berhutang untuk beli rumah, mobil, handphone terbaru atau untuk biaya anak sekolah. Hutang, jika dipergunakan dengan cara yang bijak dan untuk keperluan yang tepat akan bernilai produktif. Sebaliknya, hutang yang dipergunakan dengan keliru akan membuat pelakunya terlilit dalam beban berat yang tak kunjung selesai.
Fakta yang juga menarik adalah, semakin “terlihat” kaya seseorang, maka semakin besar pula hutangnya. Jadi jangan cepat terpesona dengan seorang eksekutif muda yang menenteng gadget terkini dan selalu makan di restoran mahal. Bisa jadi hutang kartu kredit yang dia tanggung jauh lebih besar daripada gajinya sendiri. Artinya orang tersebut sebenarnya minus. Gaji yang baru diterima bulan depan bahkan sudah habis tergadaikan karena hutang yang dia ciptakan hari ini. Tak jarang kenaikan gaya hidup seseorang bergerak lebih cepat daripada kenaikan pendapatan. Ini patut diwaspadai oleh kita semua agar tidak terjebak dalam keadaan besar pasak daripada tiang.
Mengenal Hutang Produktif
Ketika Anda berhutang untuk membeli sebuah barang, lalu dijadikan modal untuk menciptakan penghasilan, maka inilah yang disebut hutang produktif. Istilah kerennya Anda membeli aset kemudian menggunakan aset tersebut untuk menghasilkan nilai tambah. Seorang tukang ojek yang berhutang untuk membeli motor dapat dikategorikan hutang produktif karena dengan motor itu dia bisa mencari nafkah. Hutang untuk membeli angkot lalu dipergunakan untuk menarik penumpang juga bernilai produktif. Sama halnya Anda berhutang untuk membeli mesin cuci lalu digunakan untuk usaha laundry.
Meskipun barangnya sama, seseorang yang membeli barang namun digunakan untuk keperluan sehari-hari tidak dapat dikategorikan sebagai hutang produktif. Seseorang yang membeli mobil untuk keperluan kerja dan jalan-jalan belum bisa dikatakan sebagai hutang produktif. Karena dengan pembelian mobil tersebut, dia bahkan mengeluarkan lebih besar daripada yang didapatkan. Mulai dari cicilan hutang, pembelian bensin yang lebih banyak, biaya tol, parkir, service, cuci kendaraan dan semua biaya yang muncul akibat konsekuensi memiliki mobil. Sama halnya membeli rumah untuk dipakai sebagai tempat tinggal bukanlah hutang produktif. Kecuali jika rumah tersebut dijadikan tempat usaha atau disewakan kepada orang lain.
Lantas Anda mungkin bertanya, bagaimana dengan hutang membeli rumah atau tanah? Bukankah harganya terus naik dari waktu ke waktu? Mengapa tidak dapat dikategorikan sebagai hutang produktif?
Dalam batas tertentu, pembelian rumah atau tanah bisa menjadi produktif jika dalam jangka panjang nilai barang yang Anda miliki menjadi lebih besar daripada beban hutang yang muncul. Dengan kata lain, pertumbuhan kenaikan harga dari rumah dan tanah tersebut, lebih tinggi dari beban hutang yang harus Anda tanggung. Dalam kondisi seperti ini, rumah atau tanah bisa menjadi hutang produktif meskipun hanya disimpan saja dan dijual kembali sewaktu-waktu. Tanah biasanya lebih produktif daripada rumah. Tanah tidak perlu biaya menyimpannya sementara jika Anda membeli rumah dan mendiamkannya, maka akan ada biaya yang muncul untuk perbaikan, listrik, air, keamanan dan lain-lain. Namun satu hal yang perlu dipahami, ini adalah barang aset tidak bergerak dengan nilai yang cukup besar sehingga terkadang tidak mudah memperjualbelikannya kembali.
Kapan Hutang Produktif Bermanfaat?
Sebuah hutang produktif seperti yang dijelaskan di atas akan bermanfaat ketika hasil yang Anda dapatkan dari barang aset tadi lebih besar daripada beban hutang yang muncul. Dengan demikian, bahkan Anda bisa mencicil hutang dan menggunakan kelebihannya untuk keperluan sehari-hari. Di sinilah hutang dirasa perlu dan akan bermanfaat jika diambil. Semakin banyak berhutang, semakin banyak manfaat yang bisa didapatkan.
Hutang Tidak Produktif
Berbeda dengan hutang produktif, maka hutang yang tidak produktif tidak menghasilkan apa-apa. Bahkan setelah Anda berhutang timbul beban baru atas barang yang dibeli. Hutang ini disebut juga hutang konsumtif. Kita berhutang untuk mengkonsumsi barang atau jasa yang nilainya terus berkurang karena dipakai atau menambah biaya baru dalam pemakaiannya. Contoh sederhana berhutang untuk membeli TV baru. Ini adalah barang konsumtif yang Anda tidak bisa mendapatkan penghasilan karena memilikinya. Dan nilai barang tersebut akan terus turun seiring dengan berjalannya waktu.
Contoh lain adalah hutang untuk membeli smartphone terbaru yang canggih. Mungkin Anda akan kelihatan gaya ketika menggunakannya. Namun nilai barang yang mahal akan menguras kantong Anda untuk mencicil hutang. Tak jarang gara-gara pembelian benda tersebut, Anda harus membayar pulsa lebih atau tambahan koneksi internet dan jasa lainnya yang mungkin tak banyak Anda gunakan dalam kegiatan produktif.
Termasuk dalam hutang konsumtif ini adalah berhutang untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari misalnya membeli makanan. Kehidupan tiap orang berbeda-beda. Adakalanya kesulitan sedemikian beratnya sampai-sampai untuk membeli makanan seseorang harus berhutang. Hutang seperti ini tentu tidak terhindarkan namun perlu dipikirkan bagaimana agar tidak terus menerus berulang dan mencari solusinya. Kita seringkali mendengar pepatah, berikanlah kail dan bukan ikan. Jika kita berada dalam kondisi yang sedemikian berat sehingga harus berhutang untuk kebutuhan pokok, maka pikirkanlah satu hutang produktif yang jika Anda melakukannya, maka Anda akan memiliki kail yang membantu menciptakan penghasilan dan mulai melunasi hutang-hutang tersebut.
Kebanyakan Hutang Bersifat Konsumtif
Setelah kita belajar dua jenis hutang diatas, maka dapat dipastikan kebanyakan hutang adalah konsumtif sekaligus tidak produktif. Tawaran kartu kredit, diskon belanja, kemudahan kredit barang semuanya menggoda orang untuk mengambil hutang konsumtif yang belum tentu akan memudahkan hidup. Ya, sepintas mungkin kita merasa dengan hutang tersebut kita dapat memiliki barang yang diidam-idamkan dalam tempo cepat dan cukup mencicilnya. Namun pertimbangkanlah sekali lagi apakah Anda benar-benar butuh barang tersebut? Apakah ada kebutuhan lain yang lebih penting dan mendesak untuk dipenuhi? Apakah Anda memiliki kemampuan membayar hutang dan beban yang muncul atas kepemilikan barang? Dan seluruh konsekuensi lainnya. Bertanya seperti ini akan membantu menggali lebih jauh apakah kita perlu berhutang atau tidak.
Jika kebanyakan hutang adalah konsumtif, lantas siapakah yang berhutang produktif? Orang yang yang memanfaatkan hutang seperti ini kebanyakan para entrepreneur yang bisa melihat peluang dengan kegiatan usaha. Jika tidak berhutang maka dia tidak bisa memulai usaha sekarang. Sebaliknya dengan berhutang dia bisa menghasilkan kegiatan produktif, membayar hutangnya sekaligus menerima kelebihan dari hasil produktif tersebut.
Mana Yang Anda Pilih?
Dalam pengelolaan keuangan yang baik, setiap kali Anda hendak berhutang, maka pastikan memilih hutang produktif. Kalaupun sesekali Anda ingin mengambil hutang konsumtif, pikirkanlah sekali lagi konsekuensinya. Apakah Anda sudah memiliki penghasilan yang cukup untuk memiliki barang konsumtif yang menggiurkan tersebut? Jika belum, sebaiknya jangan memaksakan diri. Jika sudah mampu, maka pertimbangkanlah untuk mengkonsumsi dalam jumlah wajar, sesuai kebutuhan, dan tidak berlebihan.
Semoga tulisan sederhana ini membantu Anda semakin cerdas dalam membuat keputusan untuk berhutang.
Kembali ke judul awal tulisan, manakah yang Anda pilih, hutang produktif atau hutang konsumtif?
Silakan sampaikan pendapat dan komentar Anda.
Photo Credit: Alan Cleaver