Tinggal beberapa bulan di Negeri Singa mau tidak mau membuat saya belajar tentang negara kota ini. Sir Thomas Stamford Raffles dikenal sebagai pendiri kota Singapura modern dengan menjadikannya sebagai pusat perdagangan Inggris sampai akhirnya negeri ini maju dan berkembang. Berawal dari kota pelabuhan, dengan cepat Singapura membangun infrastrukturnya sehingga menjadi salah satu kota terbaik di Asia mengalahkan Shanghai, Hong Kong, Tokyo dan lainnya.
Data statistik yang saya pelajari lewat situs resmi pemerintah menunjukkan jumlah penduduk Singapura sekitar 5 juta orang di mana 43% adalah warga asing. Angka ini tertinggi keenam sedunia untuk persentase warga asing di suatu wilayah. Singapura sangat tergantung pada orang asing untuk membangun perekonomiannya. Hal ini diperparah dengan tingkat pertumbuhan penduduk setempat yang negatif. Dari 1000 penduduk, hanya ada 43 orang yang menikah. Tingkat fertilitas terbaru semakin menurun menjadi 1,22 kelahiran per 1000 wanita (statistik 2009).
Ini berarti, jika hanya mengandalkan warga lokal maka jumlah penduduk akan terus menurun dari tahun ke tahun. Saya sempat mengobrol dengan mahasiwa yang sedang mengambil PhD di Nanyang University tentang hal itu. Menurut dia sebagai warga lokal, ini terjadi karena biaya hidup yang semakin tinggi. Biaya kesehatan, perumahan dan lainnya sangat besar. Ketika menikah orang harus mencari tempat tinggal yang sangat mahal. Itu mengapa semakin banyak yang hidup melajang atau menunda pernikahan. Oleh karena itu pemerintah setempat menggalakkan orang asing untuk tinggal di negerinya untuk mengimbangi penurunan jumlah penduduk lokal. Sebutan resminya menjadi Permanent Resident yang memiliki hak seperti kurang lebih sama seperti warga lokal meskipun tetap berkewarganegaraan asing. Di satu sisi hal ini membantu Singapura untuk terus tumbuh tapi di sisi lain membuat sebagian warga lokal khawatir mereka akan didominasi para imigran.
Negeri ini juga menjadi hub atau pusat untuk kawasan Asia Pasifik bagi banyak perusahaan multinasional. Para ahli berbagai negara dikumpulkan di satu tempat untuk menyusun strategi dan rencana secara terpusat untuk diterapkan di negara-negara lain di mana perusahaan tersebut beroperasi. Didukung oleh infrastruktur yang baik dan lokasi yang strategis, tempat ini memang pas sebagai titik penghubung antar negara. Orang asing dari berbagai negara dapat dengan mudah beradaptasi didukung akses transportasi yang cepat dan mudah, teknologi informasi yang maju dan bahasa Inggris yang dipakai secara luas sebagai lingua franca. Jalur penerbangan yang padat ke berbagai kota di Asia dan Eropa membuatnya mudah untuk didatangi sekaligus kembali ke negara asal. Pesaing dekat Singapura adalah Dubai di Uni Emirat Arab yang juga menjadi pusat kawasan Asia terutama bagi industri perminyakan.
Bahasa
Bahasa Melayu merupakan bahasa Nasional meskipun 85% warga Singapura tidak bisa berbahasa Melayu. Awalnya saya sempat kaget dengan angka setinggi itu namun bisa memahaminya setelah berdiskusi dengan pengemudi taksi asli Melayu karena populasi etnis mereka cuma sekitar 13%. Bahasa Nasional Melayu dipilih karena alasan historis di mana Singapura punya hubungan dekat dengan kesultanan Melayu, meskipun bahasa Inggris dominan dipakai secara umum di mana-mana. Saya sempat mendengarkan Lagu kebangsaan berjudul “Majulah Singapura” yang benar-benar berbahasa Melayu pada National Day 9 Agustus yang lalu.
Di sini saya bisa mendengar bahasa Inggris berbagai versi. Karena kantor saya merupakan tempat orang berbagai negara bertemu, maka ada perbedaan di sana-sini dalam pengucapan maupun gaya berbahasa. Setidaknya ada orang dari 28 kebangsaan di sini. Yang paling mudah saya dengar tentu saja bahasa Inggris versi orang Indonesia atau negara tetangga masih serumpun seperti Thailand atau Malaysia. Bahasa Inggris gaya India yang cepat juga cukup mudah saya pahami karena saya banyak berinteraksi dengan mereka. Bahasa Inggris paling jernih menurut saya malah diucapkan orang-orang Afrika. Adapun yang agak susah jika penuturnya orang Inggris asli dan bergaya British tulen. Saya harus pasang kuping baik-baik agar bisa paham. Maklum, banyak pernyataan dan gaya berbahasa yang jarang kita dengar kalau belajar Inggris di Indonesia.
Dan ternyata, bahasa Inggris Singaporean juga tidak mudah saya mengerti karena sedikit banyaknya melanggar tata bahasa yang normal. Bahasa ini berawal dari kelas pekerja di Singapura yang belajar bahasa Inggris tanpa pendidikan formal. Ada banyak ungkapan Hokkien, Melayu dan bahasa lainnya yang bercampur dalam bahasa Inggris. Awalnya saya suka bingung dengan kalimat-kalimat Singaporean dengan logat khasnya di sini:
“Can not do like that, lah.”
“It is very very cheap, lah”
“Hey uncle ah, I want ah glass of teh ah, please hurry up ah”
“Aiyaa, dis guy ah, always buddy-buddy and dunno how to fix the mess, even small-small problem also cannot fix LEH, then HOW?”
Oke deh, “Don’t speak Singlish too much lah. I can not understand you lah”
Jika Anda suka naik taksi atau berbelanja di pasar-pasar, bahasa Inggris seperti ini perlu dipelajari karena sangat membantu berkomunikasi dengan akrab dengan warga lokal.
Ada beberapa catatan yang menarik dan menjadi pelajaran buat saya terutama bagaimana negeri ini membangun diri.
1. Marketing
Singapura sangat pintar dalam memasarkan diri. Mulai dari tiba di bandara, Anda akan mendapat informasi lengkap tempat apa saja yang bisa dikunjungi mulai dari museum, kawasan bersejarah, pusat perbelanjaan, maupun tempat rekreasi seperti Universal Studio yang baru dibuka. Sebagai contoh, salah satu tempat wajib yang biasa dikunjungi turis adalah kawasan City Hall sampai Raffles Place di mana terdapat patung Merlion, Asian Civilization Museum dan sebuah sungai, Singapore River.
Jika diperhatikan, sungainya relatif kecil dan tidak ada apa-apanya dibandingkan sungai-sungai di Indonesia. Tapi mereka membuatnya menjadi kawasan wisata yang cukup menarik dengan perahu tradisional, kawasan food court di tepi sungai dan tak lupa menghubungkan aspek sejarah kawasan itu.
Jika Anda sedang dalam penerbangan ke kota lain dan transit di Changi Airport, Anda bisa memanfaatkan fasilitas City Tour gratis di bandara dengan syarat ada waktu 5 jam sebelum penerbangan selanjutnya. Ini salah satu cara memasarkan wisata mereka yang dikunjungi 10 juta wisatawan setiap tahun. Hampir dua kali lipat daripada penduduknya sendiri. Dan turis Indonesia termasuk yang terkenal hobby datang ke sini dengan belanjaan yang banyak. Bahkan jika Anda naik Bus Wisata untuk tur dalam kota, guide-nya akan menjelaskan ketika melewati Mt Elizabet Hospital, di rumah sakit inilah banyak orang Indonesia datang berobat. Ternyata orang kita kaya-kaya dan terkenal di sini.
Tempat-tempat lain seperti museum, kebun binatang dan tempat rekreasi lainnya bisa dipoles sedemikian rupa sehingga terlihat menarik dan berbeda dari tempat kebanyakan. Kawasan etnik yang relatif kecil seperti Kampong Glam (Melayu), China Town, dan Little India tertata sedemikian rupa menunjukkan keragaman etnis. Ketika singgah di Little India, saya merasa seperti kembali berkunjung ke Mumbai, kota terbesar dan terpadat di India diiringi lagu Kal Ho Na Ho yang terkenal merdu itu. Bedanya hanya para pengemudi lebih tertib dan klakson mobilnya tidak sekeras jalanan asli di Mumbai yang semrawut dan rawan terjadi senggolan antar kendaraan maupun pejalan kaki.
Sayang saya sudah kembali ketika balapan Formula 1 digelar di sini akhir September yang akan datang. Terus terang saya sangat ingin menyaksikan dan penasaran bagaimana jalanan kota bisa disulap menjadi sirkuit balapan F1 satu-satunya di malam hari. Event ini sekaligus menunjukkan bagaimana mereka bisa memasarkan negeri yang mungil dengan sumberdaya terbatas menjadi punya daya tarik di sana sini.
2. Keamanan
Meskipun berstatus kota metropolitan, Singapura terkenal aman buat warga lokal maupun asing. Anda dapat berjalan sendirian di tengah malam menyusuri trotoar kota tanpa harus khawatir akan tindak kriminal. Bahkan para wanita pun bisa merasa aman berjalan sendirian di malam hari tanpa khawatir ada orang iseng yang mengganggu.
Saya tidak tau apa alasannya sebab kalau diperhatikan, tidak ada polisi maupun petugas keamanan yang lalu lalang di jalanan. Mungkin karena hampir semua gedung, stasiun MRT (Mass Rapid Transport) dan tempat umum lainnya selalu dipasang monitor yang banyak dan bertuliskan “This building is monitored by CCTV 24 hours”. Entahlah. Tapi yang pasti, Anda sulit mendapatkan tingkat keamanan yang sama di tempat lain.
3. Efektif
Satu hal yang cukup menonjol dari kota ini adalah bagaimana segala sesuatu diatur dengan efektif. Ketika Anda naik kereta api, Anda cukup memakai kartu elektronik untuk melewati pintu masuk. Tidak ada petugas khusus yang menjaganya.
Ketika Anda naik bus, kartu yang sama digunakan untuk mencatat jarak tempuh perjalanan dan berapa biaya yang harus dibayar secara otomatis. Tidak ada kondektur yang mengumpulkan uang dari para penumpang.
Jika ingin memarkir mobil, Anda bisa melihat papan petunjuk di jalanan yang menunjukkan berapa jumlah tempat parkir yang masih tersedia di gedung-gedung sekitarnya. Ketika Anda memilih untuk parkir di satu gedung, sebuah kartu elektronik akan membuka dan menutup pintu tanpa penjagaan petugas parkir. Semuanya dilakukan dengan cepat dan efektif. Jadi, Anda tidak akan berputar-putar setengah jam atau lebih ketika mencari tempat parkir seperti di Plaza Semanggi Jakarta atau Tunjungan Plaza Surabaya.
Bahkan untuk membeli tiket ataupun kartu seperti itu, Anda cukup mendatangi tempat penjualan otomatis seperti ATM dikenal dengan General Ticketing Machine atau tempat isi ulang saldo kartu Anda.
4. Teratur
Apa yang membuat Singapura efektif menurut saya adalah keteraturan. Tata kota dirancang sedemikian rupa sehingga sejak awal setiap bangunan memang berada pada tempat yang tepat. Anda bisa melihat dengan jelas pada setiap halte bus nomor berapa saja yang akan lewat dan kemana arahnya. Bahkan jika Anda baru pertama kali menggunakan jasa tersebut, Anda bisa membaca indeks jalan dan mencari no bus yang relevan.
Ketika keluar dari stasiun kereta api, Anda bisa melihat petunjuk keluar dilengkapi peta. Dengan demikian Anda bisa melihat ke mana tujuan Anda dan pintu keluar mana yang harus dilalui. Orang-orang menyeberang jalan pada tempatnya membuat lalu lintas teratur dan tidak ada kemacetan berarti.
Ketika hendak naik taksi sekalipun, maka Anda harus menunggu di halte khusus dan secara tertib ikut mengantri. Taksi tidak boleh berhenti sembarangan di tengah jalanan utama kecuali di atas jam 10 malam.
Maka jika ingin merasakan keteraturan kota-kota Eropa namun tetap berada di Asia, maka Singapura mungkin menjadi salah satu contoh yang pas.
Itulah empat hal utama yang saya pelajari dari tempat ini. Saya mencoba mengambil apa yang baik dan bermanfaat untuk dibawa pulang. Tentu Singapura juga bukan tempat yang sempurna serta punya kekurangan di sana sini. Salah satunya adalah tidak banyak berita yang heboh seperti di Indonesia. Dunia terasa datar-datar saja tanpa kejutan di sana sini.
Meskipun Singapura kota yang nyaman untuk ditinggali namun saya tetap lebih cinta dan menyukai tinggal di Indonesia dengan segala macam hiruk pikuknya. Negeri kita punya potensi luar biasa yang menunggu tangan-tangan terampil para penduduknya untuk mengolah negeri menjadi kawasan yang makmur. So, what are you waiting for? Give the best for your country and community. Jangan menunggu atau berharap orang lain yang mengubahnya untuk kita. Lakukan apa yang bisa dikerjakan, kecil ataupun besar. Seperti nasehat bijak yang selalu saya ikuti: Mulailah dari yang kecil, mulailah dari diri sendiri, dan mulailah dari saat ini.