Berikut adalah tulisan saya 11 tahun lalu yang pernah dimuat di buletin Filosofia, Universitas Indonesia pada bulan Maret tahun 1999. Menyambut hari Pendidikan, saya menemukan kembali tulisan ini dan ingin berbagi dengan Anda. Tulisan ini ditulis oleh mahasiswa untuk mahasiswa dan mewakili pemikiran saya di masa itu. Sedikit banyaknya ada yang masih relevan untuk saat ini meskipun ada pula yang sudah berbeda. Tulisan asli dari buletin dapat Anda lihat di bagian akhir.
Saya juga memberikan link yang relevan pada kata kunci dalam tulisan ini ke artikel-artikel yang terkait. Jika Anda tertarik, silakan klik dan baca artikel yang berhubungan tersebut.
Saya ingin tau pandangan Anda tentang tulisan ini.
Untuk itu jangan lupa tinggalkan komentar Anda.
Selamat menikmati. Selamat hari Pendidikan.
Muhammad Noer
######
Menemukan Makna Belajar
Setiap orang belajar. Anak-anak, mahasiswa, bahkan orang tua tak terkecuali. Setiap manusia belajar dengan caranya sendiri. Ada yang belajar dengan cara menghadiri
perkuliahan, ada yang banyak membaca buku apa saja, serta ada yang belajar dari cerita dan pengalaman hidup orang. Belajar merupakan tradisi umat manusia.
Sebagai seorang mahasiswa, apa yang terbayang di benak Anda ketika mendengar kata belajar? Mungkin jawabannya bisa berbeda-beda. Tergantung cara pandang kita terhadap belajar itu sendiri. Sebagian membayangkan duduk dan mendengarkan ucapan dosen sambil mengantuk. Tugas-tugas yang bertumpuk. Ancaman mendapat nilai rendah atau malah di-DO.
Setidaknya ada beberapa hal yang disepakati. Pertama belajar bukanlah pekerjaan yang meyenangkan. Kedua belajar Anda lakukan seringkali karena terpaksa. Apakah terpaksa lulus, atau terpaksa supaya dapat ijazah. Belajar menjadi kehilangan maknanya.
Boleh saja Anda membantah pemyataan di atas. Tapi saya akan membuktikan bahwa Anda tidak lebih baik dan seorang bayi yang juga belajar seperti Anda.
Pernahkah Anda memperhatikan seorang bayi belajar berjalan? Dengan keberanian yang dimilikinya, ia melangkahkan kaki selangkah demi selangkah. Namun apa hendak dikata bayi tersebut jatuh tersungkur. Tapi, ia pantang menyerah. Tersungkur satu kali, dua kali, bahkan puluhan kali tidak membuatnya jera untuk terus melangkah dan melangkah. Akhirnya, dalam waktu yang relatif singkat sang bayi sudah dapat berjalan sendiri.
Bagaimanakah bayi tersebut bisa belajar berjalan dengan sukses? Pertanyaan ini cukup menarik untuk dijawab. Seorang bayi tidak pernah diinstruksikan oleh orang tuanya atau siapa saja untuk belajar berdiri tegak, menjaga keseimbangan, atau menyuruhnya berjalan pelan-pelan supaya tidak jatuh. Tidak, sekali-kali tidak. Bayi tidak pernah diberi bimbingan macam-macam. Padahal berjalan adalah suatu kegiatan kompleks yang merupakan gabungan dari koordinasi gerak tubuh, keseimbangan dan kestabilan. Bayi itu temyata berhasil melakukan tugas sulit tersebut tanpa mendapatkan petunjuk teknis yang dibutuhkan.
Sedikitnya ada dua hal yang membuat sang bayi berhasil. Pertama, ia tidak pemah mengenal konsep kegagalan. Ia hanya tahu untuk mencoba dan mencoba belajar dari pengalamannya sendiri. Ia tidak mau tersungkur untuk selama-lamanya. Kedua, sang bayi selalu mendapat dukungan positif. Ketika ia jatuh orangtuanya berkata, “Ayo nak berdiri lagi. Mama akan membantumu.” Dan ketika ia berhasil, semua orang bergembira dan memberi selamat atas keberhasilannya.
Sekarang mari kita bandingkan dengan apa yang terjadi dengan diri Anda sekarang. Ketika dosen mulai menerangkan pelajaran, mungkin Anda sudah berpikir kapan pelajaran akan usai. Ketika tugas diberikan, Anda mungkin dongkol dengan dosen yang dianggap kelewatan dalam memberi tugas. Dan saat menjelang ujian, jika Anda termasuk golongan mahasiswa kebanyakan, Anda akan mulai sibuk mencari fotokopi catatan di sana-sini, pinjam buku di perpustakaan, dan mulai menyiapkan kopi buat begadang. Dan ketika ujian berlangsung, Anda merasakan tekanan yang luar biasa. Belajar menjadi sebuah beban yang terpaksa Anda lakukan. Anda belajar karena hal itu sebuah tradisi. Anda belajar karena ingin lulus, bukan karena Anda memang mencintai belajar. Cara dan gaya Anda belajar tidak lebih baik dari apa yang bisa dilakukan oleh seorang bayi. Semakin meningkatnya umur bukannya memberikan Anda cara dan gaya belajar yang lebih kreatif. Hari demi hari, Anda terjebak dalam rutinitas belajar yang membosankan.
Setelah lulus apa yang terjadi? Ternyata pasar tenaga kerja sering kesal dengan para fresh graduate ini. Para lulusan dianggap tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup untuk menghadapi dunia nyata yang harus dihadapinya. Anda harus ditraining kembali untuk bekerja. Padahal Anda telah belajar bertahun-tahun. Enam tahun untuk SD, tiga tahun untuk SMP, tiga tahun untuk SMA dan sekitar empat sampai enam tahun di perguruan tinggi.
Tapi itulah yang terjadi. Hasil belajar Anda tidak dihargai. Anda hanya dihargai dari selembar ijazah sebagai prasyarat untuk melamar kerja. Selebihnya, Anda harus bersaing lagi, Anda harus dites lagi dan akhirnya, Anda malah di-training kembali.
Temyata, ada yang salah dalam proses pendidikan kita sekarang. Seorang sarjana teknik jadi pengusaha. Lulusan ekonomi jadi wartawan. Tamatan ilmu komputer bekerja di bank. Memang hal itu sah-sah saja, tapi rasanya ilmu yang didapatkan menjadi kurang berguna.
Kita perlu mengubah semua kejadian tadi. Kita perlu belajar kembali tentang bagaimana caranya belajar. Belajar harus menjadi hal yang menyenangkan. Anda belajar bukan kerena terpaksa tetapi karena belajar memang menyenangkan dan Anda mencintainya.
Bobbi de Porter memberikan pemecahan alternatif dengan metode Quantum Learning. Nama Quantum sendiri menunjukkan adanya lompatan besar terhadap cara pandang kita selama ini tentang belajar. Dengan berbagai keterampilan teknis seperti membaca cepat, teknik mencatat, bagaimana berpikir logis dan kreatif, serta menghilangkan mitos “Aku tidak bisa”. Perubahan paradigma ini diharapkan dapat memberikan hasil nyata terhadap kesuksesan Anda.
Belajar seperti ini, mengharuskan Anda untuk memotivasi diri sendiri. Anda harus tahu manfaat apa yang bakal diperoleh dari ilmu yang Anda pelajari. Bagaimana mungkin Anda termotivasi jika Anda tidak tahu manfaat pekerjaan yang Anda lakukan? Anda tidak mungkin mengharapkan pujian orangtua, mendapat dukungan dari teman-teman, atau harapan positif lainnya. Anda harus secara aktif menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi diri Anda. Ketika semua orang tak lagi memotivasi, Anda harus mencari lingkungan baru yang dapat memotivasi Anda. Jika hal itu pun tak dapat dilakukan, setidaknya Anda masih punya diri sendiri untuk memberi semangat.
Jika kita melihat sejarah ke belakang, kita akan temui banyak sekali orang yang belajar dengan benar. Anda pasti kenal Aristoteles, seorang ahli hikmah dari Yunani. Anda juga perlu merujuk pada ilmuwan muslim masa lalu. Al-Farabi yang ahli fisika, Ibnu Sina yang ahli kedokteran, atau Jabir bin Hayyan yang ahli kimia serta banyak lagi lainnya. Mereka adalah para ahli multi disiplin ilmu. Mereka sekaligus spesialis tak tertandingi di bidangnya. Satu hal yang seringkali kita lupa bahwa kita pun merniliki potensi yang sama dengan mereka. Hanya saja, mereka memanfaatkan potensi tersebut sedangkan kita mengabaikannya.
Apa yang membedakan mereka dari kita? Tampaknya hanya satu hal yakni paradigma atau cara pandang mereka terhadap proses belajar itu sendiri. Mereka belajar dengan cara menemukan lebih dahulu apa manfaat dan bidang-bidang yang mereka kuasai. Mereka tidak ingin sekedar prestise yang diperoleh dari selembar ijazah tapi ingin penguasaan yang menyeluruh. Dengan demikian, mereka belajar dengan penuh rasa ingin tahu. Mereka akan terus menggali ilmu dengan kesungguhan sampai maut memisahkan.
Agama menyuruh umatnya untuk giat menuntut Ilmu. Al-Qur’an mengatakan bahwa Allah SWT meninggikan derajat orang yang berilmu lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak berilmu. Nabi mengajarkan untuk menuntut ilmu sampai ke negeri Cina sekalipun. Ilmu laksana hikmah yang harus terus dicari, digali, dieksplorasi dan akhimya diambil dan dimanfaatkan demi kebaikan. Betapa banyak ayat-ayat Al-Qn’an yang menyuruh kita menggunakan akal untuk berpikir, menggunakan hati untuk merenung, serta memanfaatkan potensi diri sebesar-besarnya.
Sebagai seorang calon intelektual kegiatan belajar merupakan makanan sehari-hari bagi Anda. Akan tetapi, sudahkah Anda memiliki motivasi yang tepat, niat yang benar serta mampu melihat manfaat dari setiap bidang yang Anda pelajari? Wallahu a’lam.
Insya Allah, dengan mengubah cara pandang tentang belajar maka belajar Anda akan menjadi sesuatu yang menyenangkan. Anda tidak akan pernah lagi merasakan belajar sebagai sebuah beban melainkan melihatnya sebagai sebuah tantangan. Anda akan memasuki wilayah eksplorasi ilmu yang tiada habis-habisnya. Anda akan merasakan indahnya ilmu Allah SWT yang saling terkait satu sama lain. Anda akan terus-menerus menemukan manfaat dan minat-minat baru dalam belajar. Anda tidak akan pernah puas mereguk lautan ilmu. Semakin banyakAnda mereguknya, Anda hanya akan semakin haus. Dan akhirnya Anda akan menjadi seorang pelajar Quantum. Seorang yang belajar kapan saja, di mana saja, dari siapa saja dan dengan cara apa saja. Anda bisa belajar di ruang kelas, di kamar pribadi, di bus, atau di jalanan. Anda dapat memperoleh ilmu dari dosen, teman, tukang ojek, atau bahkan anak-anak. Andajuga dapat belajar dengan cara membaca buku, berdialog dengan orang lain, belajar dari pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain, atau belajar dan alam semesta dengan melihat tanda-tanda kebesaran-Nya. Belajar Anda tidak lagi mengenal batasan tempat dan waktu.
artikel yang bagus….. bagaimana caranya membangun logika dalam belajar…
sekarang banyak saya temui orang2 yang logikanya lemah
Salah satu cara membangun logika adalah dengan belajar aktif dan kritis. Aktif dalam hal mencari tahu apa yang ingin diketahui dan bagaimana memanfaatkannya. Kritis dalam hal berusaha menganalisa dan sintesa apa-apa yang diajarkan.
selamat pagi pak noer
mengenai belajar,saya punya pandangan sendiri.mengapa belajar kok cenderung kurang disenangi orang.disini saya akan membandingkan belajar dengan game, dan belajar ala anak bayi.
1.Belajar ala anak bayi
anak bayi tidak mengerti apa apa.dia memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar,sehingga tertarik akan apa yg ad disekitarnya.apa yg dikatakan orang,dan lain sebagainya.misal ketika belajar bicara, tidak ada yg memberi deadline “bayiku,kau harus bisa bicara lancar setelah 3 minggu” atau “bayiku, kau harus bisa lari dalam sebulan” tentu tidak ada bukan? yang ada adalah,ketika mereka mulai belajar bicara, tidak ada yg protes.mau belajarnya mulai dari ngmong ga jelas, atau mulai dari komat kamit, smua yg dia dapat adalah pujian.tidak ada cercaan atau target
2.Game
game in mirip mirip juga.ketika kita bermain game,nggak ada tuntutan.coba saja anda main game online,atau game offline yang pake statistik high score,yg bisa diupload.pasti anda jarang dapet ranking 1. misal anda main game bola PES online,meski anda suka main PES,belum tentu menang.bisa banyak kalaahnya. lho kenapa kok maen game senang?karena tanpa disadari,sejak kecil kita sudah disugesti bahwa game itu memang menyenangkan,ga mebosankan.kenapa?karena:
1.Tidak ada kompetisi serius.kalah skill sepakbola dengan tetangga sebelah, hidup masih berjalan.masih ada mainan kelereng.kalah lagi,bisa main plays tasion .bosen main PS, main mario bros,main game bola. tanpa kita sadari,mayoritas game hanya bertahan 6 bulan sebelum kita bosan,dan ganti game baru, meski game itu belum tamat.dan ga ada yg protes
2.game memang dibuat untuk semenarik mungkin. Tidak ada kisi kisi membuat game.game itu dibuat apapun caranya,yang penting menarik.
nah 2 hal diatas,beda sama belajar
kalau belajar itu
1.kompetisi real,nyata.ranking sering jadi harga mati ketika sekolah
2.ada target .kalau ga sampai nilai tertentu,bisa tidak naik kelas. dan mau tidak mau, ndak ada pindah sekolah seenaknya
3.apapun pelajarannya,suka nggak suka,harus suka.anda benci mat,suka biologi, tetep harus lulus semua.gak lulus 1,ga naik. beda sama game. anda main sepak bola, gak bisa, main voli gak masalah
4.Ada cercaan ketika gagal yang besar.anak gak naik kelas, banyak yg menghina.Kalah main dota,ganti game lain
dan tanpa disadari,metode belajar dari masa ke masa mirip.baca buku,hafalkan,dapat nilai
sementara metode game dari masa ke masa beragam
jaman dulu main fisik seperti petak umpet,adu lari
maju dikit,mulai ada video game
maju dikit, ada lagi game komputer
maju dikit, ada game untuk ngontrol orang
dst
pak noer,jujur saja.saya tidak tahu solusi yg tepat untuk menangani tulisan saya dibawah.jadi saya harap ada yg bisa memberi tanggapan.
nah saya pribadi,mau konsultasi.siapa tahu ada yg bisa bantu.tapi lebih ke artikel pak noer
pertama,perkenalkan saya adalah mahasiswa fakultas kedokteran,yg sedang belajar beberapa pelajaran .
hampir semua pelajaran,masalah saya klasik.saya kesulitan untuk paham dan ingat akan materi saya.memang ornag bilang tinggal diulang ulang.tapi buku yg ada terlalu tebal,yg bahkan dengan speed reading pun, tidak sempat mau ulang sampe 5 kali.dibaca 1 kali biasany hilang tanpa bekas
manfaatnya apa,saya sudah tahu. agar jadi dokter.tinggal pengingatan itu yg jadi problema
bagiamana pak noer?
Saya setuju sekali pa noer..Memang benar pa, paradigma tentang belajar harus kita ubah. Saat sekarang pun saya masih merasakan bahwa belajar hanya untuk mendapatkan nilai bagus saja, ketika nilai yang di dapat itu bagus, saya puas, dan saya rasa cukup untuk mempelajarinya. Tapi itu untuk beberapa mata kuliah saja, terutama mata kuliah umum seperti PKN, ISBD, B. Indonesia, saya memandang hal tersebut memang hanya sebatas Mata Kuliah yang bingung kalau dipikir apa manfaatnya untuk kehidupan masa depan toh tidak dipelajari juga kita sudah bisa tahu ilmu seperti itu. Berbeda kalau saya dihadapkan kepada Mata Kuliah Khusus sesuai jurusan saya, saya kan mengambil jurusan Manajemen Informatika, nah Mata Kuliah Khusus nya seperti Struktur Datam Basis data dll itu saya senangi, pelajari dengan baik. Menurut bapak salah ga kalau kita berpandangan seperti itu? Yaitu untuk Mata Kuliah Umum memandang sebelah mata.. untuk Mata Kuliah Khusus Memandang dengan rasa cinta dan senang ?
Saya seperti belajar tentang belajar , Mas. saya senang dengan kutipan ini…….”ia tidak pemah mengenal konsep kegagalan.”.
Saya ingin menambahkan tulisan Mas Noer yang bagus itu dengan mengutip pandangan dua pakar untuk menjadi renungan. Albert Einstain mengatakan bahwa “Imajinasi itu lebih penting dari pengetahuan”. Prof. Makato Sichida (pakar fungsi otak) :” Manusia masa depan adalah bukan yang otaknya dijejali dengan pengetahuan, tapi yang memiliki kemampuan menggunakannya secara efektif,efisien dan kaya akan kreatifitas”. Selamat belajar.
artikel yg bagus banget mas.. saya sangat setuju. memang ketika kita memahami apa manfaat apa yg kita pelajari, justru pemahaman tersebut menjadi motivasi yg cukup kuat untuk terus mendalami ilmu tersebut.. jujur saya sangat prihatin dengan keadaan siswa-siswi kita sekarang, mereka belajar hanya krn ingin mendapatkan nilai yg bagus yg berujung pada predikat lulus. hny sbgian kcl dari mereka yg memahami manfaat dari apa yg mereka pelajari. hny sebagian kcl dr mrk yg mereguk indahnya bljr dan memperoleh ilmu..tentu hal ini menjadi PR bg kita semua, orang tua, guru, masyarakt, dan pemerintah, yg berada d skliling para siswa. krn cr pandang mereka tntng bljr diakui atau tdk merupakan duplikasi dari cara pandang kita tntng belajar. untuk itu, pertama-tama hal yg hrs kita lakukan adalah mulai perubahan dr diri kita, orang tua, guru, masyarakat sbg orang yg membimbing mereka dalam bljr…selanjutnya, mulai dari skrng, jngn ditunda-tunda…kmdian tularkan virus positif tersebut…
artikelnya bagus dan dapat memberikan pencerahan pada saya dalam memaknai belajar dan lebih memotivasi saya untuk terus belajar dimanapun berada. saya ada di komunitas sekolah dimana saya harus memotivasi siswa dalam belajar. bagaimana cara memotivasi siswa dalam belajar khususnya agar mereka rajin membaca? siswa selama ini lebih rajin main facebook, twitter, dan game daripada belajar. bagaimana solusinya? terima kasih
Setuju…. Memang banyak pelajar sekarang yang sudah kehilangan “The Fun Of Learning”. Sehingga yang ada mereka hanya mengejar nilai tanpa punya rasa ingin tahu dan ingin mencari tahu lebih dalam apa yang mereka pelajari. Padahal jika kita melakukan sesuatu dengan gembira niscaya kita akan lebih menikmati/santai sehingga dapat lebih mudah mempelajari sesuatu dan otomatis nilai tinggipun dapat kita raih. ‘Tul gak Mas Muh. Artikelnya sip tenan,numpang share yo Mas.
Betul Mbak. Belajar juga harus ada unsur “fun” nya.
Sekarang kita belajar terlalu serius. Sehingga akhirnya kelelahan dan sulit menikmati apa yang dipelajari 🙂
Mantap Mas Noer.
– Masalah utama yang harus diluruskan adalah paradigma tentang belajar.
– Para pendidik kita, semoga lebih paham dan lebih gencar mendakwahkannya.
– Khususnya diluar kampus/sekolah belajar itu bukan hanya reading melainkan “iqro”
– Tks mas.
Saya setuju, cara pandang terhadap proses belajar yang salah, akan berdampak pada hasil belajar itu sendiri. Karena kita bukan belajar untuk hidup, melainkan hidup untuk belajar !
assalaamu’alaikum mas,salam kenal.baca artikel ini ko ‘gue banget’ dan itu yg saya terapkan sm anak2 saya.belajar bukan untuk mencari nilai atau penghargaan.apapun yang kita lakukan pasti akan dpt balasannya tergantung niatnya.bayangkan ya kl bayi2 itu pd kapok belajar jalan,mungkin banyak org yg ngesot hari ini,he..he..dan saya selalu menjaga ‘curiousity’ anak2 saya akan kehidupan sekitar.agar cakrawala berfikir mereka makin kaya.mdh2an kita termasuk orang yg paling banyak manfaatnya utk lingkungan kita,amiin..
Trimakasih artikel Mas Nur
Dari tulisan di atas hanya menambahkan saja bahwa dlm proses belajar dlm benak kitapun hrs plh tdk tebersit unsur 5W1H. Why,What,When,Where,Who and How.
Wassalam
Sorry salah tulis , ralat > …. dlm benak kitapun hrs paling tdk tebersit unsur …<
assalamualaikum,
terima kasih pak, 😀 saya jadi semangat untuk belajar dan menjadi senang dalam membaca,
ya su harus belajar…biar bs menerapakan apa yg ditulis
Pak Noer, GBU